Kisah Para Tikus

Tikus, seekor binatang menjijikkan. Berbulu hitam lebat, bergigi seri dua tonggos dengan ekornya yang seperti cacing. Semenjak dahulu kala, senantiasa para mahluk seantero jagad raya memusuhinya. Jikalau mereka bisa dimusnahkan dengan mudah, meskipun rantai makanan akan terputus dan terjadi ketidak seimbangan di dunia yang berakhir pada kehancuran semuanya. Aku akan tetap rela! Selama binatang penyebar penyakit itu musnah tanpa sisa sekalipun, tanpa bangkai, tanpa fossil. Sehingga para arkeolog di masa depan tidak akan tahu apa yang namanya itu tikus.

Dari jaman dahulu, tikus telah membawa manusia banyak sekali kerepotan dan musibah. Mulai dari gagal panen hingga pes. Persetan! Mati saja kalian wahai tikus pecundang... namun tetap ditakuti oleh yang lain.

Tikus selalu saja berkeliaran di malam hari, seperti maling yang mencuri-curi. Tapi aku tahu bahwa tikus juga mahluk hidup, mereka butuh makan dan memberi makan anak-anaknya. Tapi tikus tetap saja mencuri, jika saja aku bisa memotong kaki-kakinya.

Seorang petani (Pak Tani) menyatakan perang dengan mereka, mencoba segala cara untuk menumpasnya. Melepas ular di sawah, tapi tikus lebih cepat lari kabur karena ular tidak punya kaki. Kemudian Pak Tani mulai memasang jebakan-jebakan.

Dimulai dari jebakan minyak yang dilumuri pada tiang-tiang lumbung padi, namun cakar para tikus lebih tajam untuk memanjat seperti ninja. Mereka lebih gigih untuk mencari makan bagi keluarganya, bagi anak-anak mereka. Berharap padi yang dicuri itu bisa memberi makan sampai generasi-generasi berikutnya. Dasar tikus, culas!

Merasa itu semua tidak berhasil, Pak Tani menciptakan sebuah perangkap baru. Perangkap jepit, untuk memancing para binatang terkutuk itu. Para tikus tahu bahwa rasa keju lebih enak daripada beras dan lebih bergizi. Meskipun mereka hanya tikus kampungan tetapi sesekali mereka semua pernah berbondong-bondong pergi ke kota untuk menjarah keju dan daging, jikalau lumbung Pak Tani sudah kosong melompong.

Suatu hari seekor tikus tertangkap, ekornya terjepit. Tikus gendut yang kurang sigap menghindari serangan jepit perangkap. Ia takut mati. Dengan cepat ia menggigit putus ekornya sendiri, sebelum pergi ia masih menyempatkan diri untuk memakan ekornya sendiri. Dasar rakus! Setelah selamat, ia pulang dan menceritakan apa yang terjadi kepada keluarganya. Seperti gossip di dunia manusia, tikus-tikus juga lebih cepat menyebarkan informasi. Sehingga tidak ada lagi tikus yang mempan terjebak dalam perangkap kuno itu.

Pak Tani kebingungan, mengapa keju bisa hilang namun tidak ada tikus yang berhasil terjebak. Ia memutuskan untuk mengubah jebakannya menjadi sebuah kerangkeng.

Lain waktu, ada seekor tikus bodoh. Ia kelaparan karena tidak berhasil mencari makan selama 2 malam. Perutnya keroncongan, indera penciumannya hampir kebas. Namun takdir berkata lain, ia menemukan sepotong daging. Tanpa berpikir panjang, tikus itu berlari mengendap-endap untuk mencuri. Setelah cakar-cakar kecilnya menyentuh sepotong daging itu, tiba-tiba sebuah pintu tertutup. Lalu terjebak dalam kerangkeng. Memang dasar tikus, susah dibasmi. Tikus itu dengan tenang melahap sepotong daging itu, kemudian menggerogoti kerangkeng tersebut, dan berhasil kabur. Sialan!

Pak Tani bingung, bagaimana cara membantai ras pengerat itu. Pak Tani berpikir keras. Hasilnya sebuah ciptaan baru, perangkap rahasia.

Malamnya, dua ekor tikus yang bersahabat berkunjung ke lumbung petani. Mereka telah bersahabat lama, setelah para induk meninggalkan mereka. Mereka menjaga satu sama lain, yang satu berbadan besar yang lain bertubuh kecil. Perlahan-lahan mereka waspada dengan segala jebakan yang dipasang. Sampai pada akhirnya, mereka menemukan selembar kertas terbaring di lantai. Kertas itu dibubuhi oleh sebuah cairan aneh, namun ditengahnya terdapat segunung beras, sepotong keju dan daging tebal.

"Ciiiit cit cit cicicicicit," Tikus berbadan besar berkata.

"Cit, cit cit cicicicit?"

"Cit... cit cit cit. CIT!"

"Cit cit cicit."

Mendengar perintah tikus berbadan besar, sang tikus bertubuh kecil dengan cepat berlari menuju tumpukan umpan tersebut. Ternyata itu semua adalah lem keras! Tikus bertubuh kecil tak mampu melepaskan diri, cakarnya yang mungil dengan tenaga yang lemah tidak dapat merobek kertas lem tersebut.

"Cit? Cit?" Tikus bertubuh kecil kebingungan dan bertanya.

"Cit.... cit. Cit. Cit. Cit.... cit."

"CIIIIIIIIIT! CIIIIIIIT!"

Setelah meminta maaf, tikus berbadan besar pergi meninggalkan sahabatnya. Kembali pulang ke sarang tanpa hasil, tapi ia tidak lupa untuk menceritakan peristiwa itu kepada anak dan istrinya. Tidak perlu menunggu satu hari, seluruh komunitas tikus di negeri itu sudah mengetahui jebakan lem. Sehingga tidak lagi mempan. Terima kasih untuk pengorbanan tikus bertubuh kecil.

Pak Tani penasaran, mengapa jebakannya mudah sekali tidak berpengaruh. Cukup dengan waktu sebentar, kemudian semua menjadi sia-sia. Pak Tani kembali memutar otak, dan membuat jebakan baru. Perangkap apakah itu?

Kali ini empat ekor tikus bersaudara yang berburu mencari pangan. Mereka pergi ke lumbung padi Pak Tani yang biasa mereka kunjungi tiap malamnya. Mereka benar-benar kaget, ada segunung keju dan daging tergeletak begitu saja di lantai. Keempatnya langsung bersorak kegirangan "CICICICICICICIIIIT!"

Tikus yang paling muda merasa tidak perlu terburu, karena tikus itu tahu sopan santun terhadap saudara-saudaranya. Ia sendiri menunggu para saudaranya berpesta pora, mengharapkan sisa-sisa makanan untuk dirinya.

Namun apa yang terjadi?

Ketika mereka asik melahap sesajen yang diberikan oleh Pak Tani, beberapa saat kemudian... saudara tertua mulutnya berbusa, kakak kedua kejang-kejang, kakak ketiga lari tanpa tahu arah menubruk sana sini dan akhirnya denyut jantung mereka semua berhenti.

Tikus bungsu bingung, apa yang terjadi? Untung tikus bungsu itu pintar. Penasaran, ia perlahan mencium bau sesajen-sesajen tersebut. Ternyata memang ada yang aneh dari baunya, tidak seperti biasa. Lalu tikus bungsu bergegas lari pulang kembali ke sarang, menceritakan kepada ayah ibunya secara mendetail.

Sekarang, semua tikus sudah mulai waspada dan berhati-hati. Mereka mencium dahulu segala yang akan dimakannya. Jebakan racun sudah tidak mempan lagi. Itu semua adalah cerita masa lampau tentang pertempuran para tikus dengan Pak Tani.

Di masa kini, semua itu telah berubah. Tikus telah menjadi lebih pintar, lebih ganas dan lebih rakus. Dahulu kala tikus hanya mampu untuk menguras sisa-sisa beras yang tercecer di lumbung padi petani. Sekarang... tikus-tikus itu mengorek segala isi sampah dan memakannya, setelah puas pergi ke dapur dan memakan yang lain. Jika masih belum kenyang juga, mereka pergi ke supermarket dan menggerogoti segala makanan ringan yang ada.

"Ahhh.... bagaimana cara memusnahkan tikus?"

Tikus modern sudah anti dengan segala jenis jebakan. Berlari-lari tengah malam keluar masuk rumah orang, memakan segala sesuatu tanpa batas. Persetan! Merekapun sekarang berani keluar sarang di siang hari untuk mencuri.

Tikus sudah menjadi mahluk yang menakutkan, berbadan besar. Kucingpun akan lari ketakutan. Cicak sudah menjadi cemilan untuk sarapan mereka. Jikalau mereka semua lapar karena tidak ada lagi yang bisa dimakan, serta berada dalam posisi tersudut... mereka akan berbondong-bondong keluar untuk memangsa para buaya!

Kapan tikus akan hilang dari negeri ini? Tikus-tikus yang menggerogoti hati nurani bangsa ini. Tikus musuh abadi Pak Tani, tikus yang selalu mencuri. Namun apa daya... ketika diburu, sudah terlebih dahulu kabur. Begitu tertangkap malah diberikan kenyamanan dan mereka mampu menggerogoti jeruji untuk keluar bertamasya. DASAR TIKUS!