Lantunan Doa Kembali

Malam ini, aku kembali dari mati suri. Nyamuk itu dengan rakusnya membangunkan diriku, menghisap setiap tetesan-tetesan dosa yang mengalir deras dalam darahku. Perlahan namun pasti. Tetapi, tetap saja masih banyak sisa yang bernaung... kembali tenggelam lebih dalam lagi.

Aku menatap langit-langit kamar, merenung sejenak. Lalu memutuskan untuk pergi keluar mencari gadis angin untuk memeluk diriku. Agar aku dapat kembali dalam mimpi hitamku lagi.

Dalam perjalananku, aku menemukan sebuah lampu jalan yang bersinar remang. Aku penasaran, apakah doaku yang sebelumnya sudah dikabulkan. Akupun bertanya.

"Hey lampu! Siapa Tuhan disini?"

...

Aku kembali melanjutkan jalan malamku dan menemukan tong sampah yang bersih, tikuspun enggan tinggal di dalamnya. Aku kembali bertanya kepada tong sampah, sebuah pertanyaan yang masih saja sama maknanya.

"Hey tong sampah! Siapa Tuhan disitu?"

...

Apakah mereka berdua telah bersekongkol untuk memberikan jawaban yang sama? Aku pergi karena bosan. Aku menemukan batu-batu tergeletak di pinggir jalan. Belajar dari pengalaman terakhir, aku menanyakan hal berbeda namun tetap sama.

"Hey batu-batu! Siapa Tuhan kalian?"

...

Gila! Semua yang aku tanyakan bersikap seperti itu. Tanaman, binatang dan benda-benda yang aku temukan dalam jalanku yang sepi. Mereka semua telah bersekongkol, sialan!

Lalu aku kembali... kemudian terlintas begitu saja dalam benakku.

"Mungkinkah doaku yang sebelumnya sudah terkabul?"

Aku tertawa bahagia dalam hati, sebuah rasa puas muncul. Bahkan berjuta-juta tepuk tangan yang aku berikan seperti tetesan hujan tak mungkin mampu untuk memuja Tuhanku.

Seperti biasa, sebelum tidur aku melakukan ritual itu. Lagi-lagi milyaran pertanyaan muncul, sampai pada akhirnya...

"Hey Tuhan! Engkau memang hebat, semua yang tadi aku tanyakan dalam perjalananku tidak ada yang mengenal Tuhan. Haruskah aku sekarang berperan sebagai juru penyelamat dengan mengenalkan diriMu kepada mereka semua?"

...

"Bagaimana Engkau membantai Tuhan-Tuhan yang lain? Ceritakan kepadaku, ayolah. Dengan sadiskah? Atau dengan licik mengadu mereka satu sama lain? Cepat ceritakan kepadaku, aku butuh dongeng sebelum tidur. Ya, ya ya?"

...

"Huh! Tak apa, aku tetap senang kok. Kalau begitu, ijinkan hamba yang hina ini dan semakin lama semakin tidak tahu diri untuk berdoa sekali lagi. Tolong kabulkan wahai Yang Maha Pemberi. Ini akan menjadi doa terakhirku. Aku berjanji dan Engkau tahu bagaimana aku memperlakukan seluruh janji munafikku."

...

"Tuhan, Yang Maha Hebat. Terima kasih banyak sudah membantai semua yang lain. Untuk selanjutnya tidak ada lagi Tuhan disitu, Tuhan disana, Tuhan kalian, Tuhan mereka dan Tuhanmu. Puji sukur. Sekarang aku berdoa dengan tulus, bahkan aku rela menggadaikan jiwaku ini agar terkabul. Sudah tentu Engkau tidak akan melewatkan kesempatan langka ini bukan?"

...

"Tuhan, Yang Maha Kekal. Aku mohon... Engkau, wahai Yang Maha Bisa, lakukanlah aksi bunuh diri? Karena masih ada Tuhan Disini, Tuhanku dalam diriku. Jadi, apakah Engkau relah melakukan aksi itu? Mau?"

...

"Dan jangan hidup kembali, ya? Engkau Maha Jujur, jadi bermain dengan adil. Janji?"

...

...

...

Sunyi, senyap, sepi... sendiri.

???

"Hey Tuhan! Mana petirnya?"



Aku menunggu dengan setia sampai doa itu terkabul. Dalam mimpi kelamku yang tiada akhir, karena tidak ada yang membangunkanku. Semuanya sudah mati sekarang.