Semuanya Mahal!

Hidup di jaman sekarang, membeli apapun terasa sangat mahal harganya. Inflasi telah memakan semuanya seperti iblis yang senantiasa haus akan rasa darah dan dosa. Mengapa semua ini bisa terjadi?

Hari itu... aku berjalan demi mencari sebuah rasa perdamaian. Melewati gang sempit di tengah ibukota, melihat para manusia sibuk dengan urusan masing-masing seraya tidak ada hari esok. Apakah yang ada di dalam benak mereka? Tidak usah memikirkannya, hanya akan menambah beban kehidupanmu saja.

Seorang pengemudi angkutan kota, menghembuskan asap rokoknya nan pekat. Di sebelahnya duduk sang istri dan bayi pertamanya nan mungil. Mereka tetap bersabar... meskipun bayi tersebut diliputi oleh abu-abu nikotin yang manis, ia masih saja tertidur dengan lelapnya. Bahkan bunyi mesin kendaraan tak mampu mengganggunya, sang istri tetap setia duduk disampingnya sembari memandang lewat pintu jendela.

Ah... dunia.

Sementara itu, di tempat yang lain dengan nasib berbeda. Seorang pengusaha sukses sedang menikmati cerutu Cuba, di beranda villanya yang terletak di bukit hijau nan asri. Ia terus saja menghembuskan asap itu, menikmati segala karunia Tuhan.

Ah... dunia.

Masyarakat yang hari ini masih mampu untuk makan mie instant agar asam lambungnya tidak menggerogoti, hanya untuk berpuasa di esok harinya. Tetap bekerja keras untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Bekerja keras tanpa lelah, tetes demi tetes keringat yang berharga sebuah koin. Sementara yang lain... beruntung nasibnya, meminum berbagai macam alkohol untuk bersilaturrahmi dengan para relasinya.

Jaman modern saat ini, semuanya mahal. Harga kian melambung tinggi tanpa mempedulikan apapun. Tidak mampu berarti mati dan gagal. Terputus rantai generasinya. Sebutlah itu apapun, mulai dari nasi, es teh manis, sepotong ayam, sambal, garam... bahkan kerupuk.

Tetapi tenang saja, sekarang ini masih ada yang murah. Sesuatu yang berharga, yang dimiliki oleh setiap orang, namun semua berlomba-lomba untuk menjualnya demi sesuatu yang semu. Apa boleh dikata, kehidupan harus terus berlanjut dan kita --- para manusia yang masih menjejak bumi penuh nestapa ini --- harus senantiasa rela mengorbankan apapun demi hari esok.

Ya, sesuatu itu masih murah harganya dan dapat ditemukan dimanapun. Disaat manusia lugu masih memancarkan sinar murni dari matanya, disaat orang yang memberikan sesuatu tanpa mengharapkan imbal jasa apapun, disaat semuanya itu bersifat sementara dan menyadarinya bahwa ini semua hanyalah sebuah titipan belaka.

Apakah itu?

....

Abad ini, hanya satu yang murah. Satu itu adalah sang sesuatu.

....

Sesuatu itu bernama kejujuran. Jujur saat ini sudah diobral dimana-mana, seperti toko yang mengadakan pekan cuci gudang tanpa mengetahui kapan akhir tahun. POTONGAN HARGA GILA-GILAAN!

....

Kejujuranku?

Alas! Semenjak aku lahir, aku tidak pernah memilikinya. Mungkin itu nasibku... dan mungkin itu pula yang membebaskanku dari semua ilusi ini.