Lagi dan Lagi

Malam ini seperti biasanya, aku sendiri. Duduk di depan layar laptop butut ini, untuk mulai menulis sebuah paragraf yang mungkin nanti tidak akan begitu berarti, tapi masih berguna untuk membunuh waktu.

Lagi dan lagi hari ini Bandung hujan, disaat itu terjadi semua terasa dingin. Mau bangun malas, mau pergi ke luar untuk cari makan juga malas. Untunglah cuaca lebih reda sekarang, yang tersisanya hanya tetes hujan yang jatuh perlahan --- seolah mereka menggantungkan hidup mereka di atas genting dan melawan takdir, menolak untuk mengikuti hukum gravitasi --- namun mereka semua tahu bahwa itu adalah tindakan sia-sia.

Sudah berapa lama kita bersama? Aku yang bodoh lupa akan hitungan sederhana semacam ini, maaf. Beberapa orang bilang bahwa setiap kegiatan yang kamu cintai niscaya tidak akan pernah membosankan, makanya sebagian dari wirausaha melakukan bisnis mereka sesuai dengan minat dan hobi masing-masing. Aku? Ah... mungkin bisa dibilang hobiku tidak bisa menghidupi diriku di masa depan nanti.

Sisa keringat langit masih saja terus jatuh, tiap tetesnya membuat suara yang berbeda. Sementara mahluk-mahluk lain sibuk terlelap dalam mimpi, lupa untuk memuja rembulan. Dan ia, masih terlihat sangat cantik... meskipun cahayanya hanya sebuah hasil rampasan. Sayangnya aku tidak bisa melolong malam ini dan itu bukanlah sebuah alasan melainkan fakta belaka.

Alasan... hmm...

Apakah alasan itu? Yang jelas semua orang memiliki alasan masing-masing dan selalu berbeda satu sama lain. Beberapa orang tidak suka dengan apa yang dinamakan sebagai alasan, karena itu hanyalah sebuah usaha untuk menunjukkan ketidak-mampuan seseorang atas kepercayaan yang telah diberikan serta melepas tanggung jawab kewajiban kepada sesuatu yang kosong... sang alasan itu sendiri. Sekarang aku sedang mencari di Google tentang asal mula alasan namun hasilnya tidak ada yang sesuai dengan apa yang aku cari. Lalu aku mencari di wikipedia, dan inilah hasilnya...
Alasan adalah proses penyampaian kesimpulan dari data. Alasan terdiri atas bukti (data), tuntutan (kesimpulan) dan pemikiran yang membenarkan gerakan dari data menuju kesimpulan.
Terbukti bahwa Google bukan Tuhan dan terkadang Wikipedia tidak hanya berisi informasi palsu. Dari definisi di atas sebuah alasan terdiri atas kumpulan bukti-bukti. Jika seseorang mempunyai sebuah alasan namun tidak memiliki bukti, berarti kesimpulannya adalah pembohong --- dan aku menuntut agar itu menjadi benar. Namun apalah arti benar? Aku sendiri sampai sekarang tidak yakin betul akan definisi, konsep maupun arti sebuah benar maupun kebenaran yang aku miliki. Yang aku rasa, aku hanyalah seorang manusia... yang senantiasa berbuat dosa, sadar akan dosa tersebut dan terus melakukan dosa itu karena tidak pernah merasa puas dan itu semua terasa asik teramat sangat.

Jadi, apa inti dari tulisan ini? Ah... aku tidak tahu. Sial! Seharusnya aku mengerjakan skripsi tetapi entah mengapa rasanya berusaha untuk mengumpulkan niatnya saja sudah sia-sia. Lalu apa hubungannya dosa dengan alasan? Dan yang lebih penting lagi, apa hubungannya dengan aku, diriku dan maksud dari semua tulisan ini?

Mari kita putar balik itu semua 3 tahun silam...

Aku hidup sendiri karena pilihan. Tidak pernah mempercayai siapapun karena telah kalah dalam pertarungan yang bernama cinta, dan... berakhir dengan pengkhianatan. Air susu dibalas air tuba. Dalam kesendirian itu, aku terus mencari dengan setengah hati. Karena aku tidak pernah mengenal kata menyerah dan aku tahu betul bahwa kesempatan selalu ada.

Sampai pada saat itu, aku bertemu dengan dirimu dan seketika aku jatuh. Cinta pada pandangan pertama, begitulah orang biasa bilang untuk mencari vagina gratis dengan membodohi gadis belia dibawah umur... toh siapa pula yang mau menerima resiko untuk terjangkit penyakit menular seksual. Yah... mulai melantur, maaf.

Mungkin karena para betina disaat itu semuanya terlihat jelek sehingga mataku berbelanja. Tapi itu semua adalah takdir yang memanipulasi diam-diam agar aku sadar akan sosok cantiknya dirimu.

Yang pertama kali aku lihat adalah rambutmu itu, seperti kuning mentari. Matamu yang bening besar dan senantiasa berbinar. Gigimu yang rapi, bukan seperti gigi wanita modern saat ini yang rapi karena alat bernama kawat atau 'behel', tidak sayang... aku ahli dalam menilai wanita, dan aku tahu gigimu itu murni rapi karena genetika sehat dan kuat. Lalu badanmu, kalau para playboy menilai dari skala 10 kamu mungkin mendapat skala 8 --- tapi ingat! Itu dulu... itu dulu sayang, sebelum kamu sial bertemu denganku dan mengurangi nilai itu sebanyak kurang lebih 1 sampai 2 poin.

Tapi memang dasarnya aku ini selalu pasif, kalau pemain bola mungkin aku lebih dipuja daripada Saint Iker. Hanya menunggu tanpa aksi... dan pertemuan itu berakhir tanpa hasil.

Setelah itu aku senantiasa bermimpi akan dirimu, meskipun kebanyakan disaat aku terbangun aku tidak ingat akan mimpi itu. Toh... aku terbiasa tidur tanpa mimpi, hanya murni kegelapan dan itu mendamaikan.

Waktu terus berputar dan setelah beberapa saat akhirnya pertemuan diadakan kembali. Aku berharap cemas agar kamu datang juga. Tapi aku memang manusia pemalas, aku telat bangun! Hasilnya, aku hanya bisa menjabat tanganmu dan sekedar basa-basi biasa seperti homo homini lupus lainnya.

Untunglah seorang sahabat memberiku sebuah informasi yang berharga, bahwa kamu akan melanjutkan kuliah di kota yang sama dengan aku menghabiskan masa mudaku penuh hura-hura, berfoya-foya layaknya tiada hari esok.

Waktu kembali berjalan.... dan pertemuan berikutnya kembali diadakan. Saat itu, aku yang bermimpi untuk mendapatkan dirimu, aku tidak tanggung-tanggung untuk melakukan aksi pendekatan. Kamu tertangkap!

Memang dasarnya aku manusia paling beruntung sedunia, sedikit usaha... hasil telah tercapai. Kala itu, kita berdua senantiasa bersama menghabiskan masa. Teman-temanku mulai mempertanyakan kemana aku pergi dan senantiasa menghilang. Mereka semua tidak tahu, aku merahasiakannya... sampai akhirnya kamu dengan cerewet minta untuk mengenal semua temanku dan aku menurut seperti anjing yang setia kepada majikannya.

Waktu tidak pernah lelah untuk berjalan ke depan, begitu pula dengan romantika yang kita miliki. Sampai saat ini, aku masih mengganggap aku beruntung karena ternyata rumahmu di kampung tidak jauh dari rumahku di kampungku. Yang lebih mencengangkan lagi adalah, seprai kamar tidurmu --- kuning dengan hiasan bunga berwarna merah --- yang merupakan hadiah dari ibumu ternyata... aku juga memilikinya sama persis di tempatku dan juga berupa hadiah dari mamaku.

Aku tidak pernah menyatakan cintaku kepadamu, karena aku tahu itu hanya sebuah formalitas. Jangan anggap aku juga menentukan tanggal resmi ikatan kita, terlalu merepotkan. Terlebih lagi untuk mengingatnya karena kamu tahu aku ini pelupa... apalagi ditambah dengan kebiasaan hidupku sehari-hari. Akhirnya kamu menyerah dan tidak memusingkan akan hal itu lagi.

Kita sepakat untuk bersama. Sekian.
Tapi...

Kamu tahu betul, kan? Semua pria bajingan diluar sana... disaat mendekati seorang wanita pasti akan berlagak seperti pangeran dan berbaik hati. Hingga akhirnya mendapatkan apa yang ia inginkan, memainkan wanita itu sesuka hati lalu melupakannya. Begitu pula denganku, sayangnya kamu sial... karena aku lebih brengsek daripada bajingan-bajingan itu.

Waktu akhirnya berbicara... Romantika kita hanya seperti sebuah jadwal pelajaran di sekolah tinggi dahulu. Kira-kira seperti ini:

Senin - Berkelahi dan bertikai
Selasa - Berkelahi dan bertikai
Rabu - Berkelahi dan bertikai
Kamis - Berkelahi dan bertikai
Jumat - Berkelahi dan bertikai
Sabtu - Berkelahi dan bertikai
Minggu - Istirahat

Dan pekan berikutnya terulang kembali dari awal seperti playlist iTunes yang berisi lagu-lagu basi. Pertanyaannya adalah, kenapa kita berdua tahan?

Aku keras kepala, kamu jauh lebih keras kepala. Pada akhirnya aku hanya berpura-pura mengalah untuk menang. Terjebak dalam lingkaran setan. Sampai sekarang...

Kemarin, seperti biasa --- tidak seperti pasangan kekasih yang lain --- ritual weekend kita adalah perang! Kamu senang dan aku menikmatinya...

Berakhir pula seperti biasa, aku membunuh batinku dan kamu menangis. Maka terjawab sudah apa hobi dan minatku, yaitu: membuatmu menangis. Dan jikalau para praktisi sok pintar wirausaha itu berkhotbah untuk membuat usaha yang sesuai dengan hobi, silahkan praktisi itu memutar otak untuk mencari uang dari hobiku yang satu ini.

Setiap kamu menangis, kamu memaksa agar aku menjanjikan agar tidak membuatmu sedih dan meneteskan air mata lagi. Dengan brengseknya aku senantiasa pura-pura lupa dan mengingkari janji itu. Ya sudah...

Aku senantiasa menyia-nyiakan dirimu, membuatmu sedih dan menangis berulang kali yang bahkan bisa menyaingi jumlah tetesan hujan malam ini, mematahkan hatimu setiap waktu, menggagalkan rencanamu dan membuatmu ikut merasakan virus kegelapan yang aku miliki hingga akhirnya kamu benar-benar ingin bunuh diri. Namun akhirnya...

Aku tidak pernah bisa melepaskan dirimu meskipun sekuat tenaga aku mencobanya, dan kamu... tidak bisa meninggalkan diriku dan senantiasa mengikuti jejak kelam milikku ini.

Aku terkutuk dan kamu terkutuk. Mungkin, memang kita berjodoh.
Siapa yang tahu?

Biarkan waktu yang menjawab, kita hanya bisa berusaha sebaik-baiknya. Akhir kata...

Aku mencintaimu, teramat sangat. Sampai ingin membunuhmu, lalu menghidupkanmu kembali seperti boneka ciptaan Dr. Frankenstein, mencintaimu sepenuh hati lagi lalu mencabut nyawamu kembali dan terus berulang lagi.

Sabar, ya? Sayang... mungkin ini memang sudah jalannya, menghancurkan satu sama lain.

Terima kasih sayang, untuk segalanya --- termasuk pizza yang tadi kamu bawa ke tempatku untuk kita makan bersama-sama sebagai dinner. Aku masih memanipulasi dirimu karena mimpimu untuk tumbuh tua bersamaku, mari kita berusaha sebaik-baiknya. Tuhan tidak usah ikut campur!