Kampung Gajah

Pada seminggu yang lalu aku menyempatkan diri untuk berekreasi dari skripsi keparat yang perlahan-lahan memakan jiwaku ini. Sebuah tujuan akhirnya ditetapkan, nama tempat itu adalah Kampung Gajah.

Sayangnya untuk menuju tempat ini memang harus melewati beberapa rute yang agak kurang manusiawi jikalau tidak membawa kendaraan pribadi. Tapi namanya juga petualangan kurang kerjaan jadi tidak boleh protes hahaha!

Rute angkot yang ditempuh adalah:
1. Sadang Serang - Caringin, Rp. 1000/orang (dari Tubagus Ismail lalu turun di segitiga Sumur Bandung)
2. Caheum - Ledeng, Rp. 3000/orang (turun di terminal Ledeng)
3. Ledeng - Parongpong, Rp. 2000/orang (turun di depan Kampung Gajah)

Perjalanan membutuhkan waktu sekitar satu sampai dua jam, itupun hari biasa yang notabene tidak macet. Jadi bersiap-siaplah pantat panas karena terlalu lama duduk, belum lagi ditambah angkot Parongpong terkutuk itu yang benar-benar 'ngetem' dengan efisien sekali (baca: tidak mau berangkat apabila mobilnya belum penuh sesak teramat sangat).

Kesan pertama tempat ini adalah sepi, mungkin karena bukan weekend. Masuknya tidak bayar hehehe. Lho, kok bisa? Karena datang jam 9 pagi dan jalan kaki pula. Meskipun ada tanda biaya masuk untuk mobil berapa dan per orang berapa namun aku tak ambil pusing, selama belum ditagih lebih baik 'nyelonong' masuk saja dan berhasil.

Ternyata kios-kios makanannya banyak yang tutup dan buka hanya pada hari Jumat, Sabtu, Minggu dan hari libur saja. Itu sebabnya sepi. Tapi jangan harap bisa tenang karena banyak truk tanah keluar masuk, sepertinya sedang ada pembangunan baru. Jangan harap juga bisa menghidup udara segar jika tidak makan di lantai atas karena dijamin kalau dekat-dekat dengan area yang dibangun atau diperbaiki atau persetanlah apa itu namanya, niscaya kamu akan menghirup bau aspal hangat dan debu-debu pengganti masker kecantikan malam harimu nanti.

Jangan harap menemukan gajah hidup yang berlarian nan elok kesana kemari lalu menyemprotkan air lewat belalainya untuk mendinginkan amarah kamu, karena yang ada cuma patung-patung gajah dengan gaya monoton di luar areanya saja dan satu patung gajah besar sok aksi di dekat loket pintu masuk.

Lalu ada apa dong di sana?

Selain kios makanan yang kebanyakan tutup, mereka juga menyediakan banyak permainan. Mulai dari kereta-keretaan untuk anak kecil, angsa-angsa plastik yang butuh keringat banyak untuk bergerak memutar kolam yang kecil, flying fox atau sky ride (atau apa pula nama kerennya aku tidak tahu), bumper car (ya itu lho, 'bom bom car'), dan ATV (atau apalah itu namanya). Juga jangan dilupakan rekreasi untuk kaum paruh baya dan bau tanah seperti memetik stroberi sendiri, beli-beli baju palsu dan naik kuda (sayang kudanya tidak ketemu, yang ada hanya andong/delman kosong, lebih baik si kusir saja yang narik terus diganti namanya menjadi becak). Harganya juga cukup tinggi untuk semua permainan itu, disarankan kalau ingin mencoba semuanya setidaknya budget per orang bisa mencapai 300-400 ribu Rupiah.

Tempat ini baru mulai sedikit ramai ketika pukul 12 keatas, ingat sedikit. Tidak begitu penuh, paling hanya 1 atau 2 keluarga. Bayangkan saja kalau tempat sebesar itu yang ada hanya sedikit pegawai dan juga lebih sedikit lagi jumlah pengunjungnya. Pada akhirnya tempat makannya juga (yang bukan kios) setahuku cuma ada 3, restoran sunda, restoran jepang dan restoran barat.

Setelah menimbang, memilih, memisah dan mikirkan matang-matang akhirnya diputuskan untuk mencoba restoran barat (memang membosankan), karena restoran sundanya belum siap begitupula dengan restoran sushi padahal sudah jam 12 lewat. Di restoran barat ini juga banyak sekali menu yang ditempeli stiker ngibul dengan tulisan sold out, bilang saja stoknya habis. Bar yang ada juga baru buka sekitar pukul 3 sore, setidaknya begitulah pengakuan salah satu pelayannya, meskipun aku sendiri tahu bahwa jam buka resmi tempat ini adalah jam 8 namun sekarang saat itu sudah jam 12 siang masih belum ada perubahan yang signifikan. Tetapi setelah dilihat menu minumannya tidak terlalu mahal, standar. Sayang aku tidak tahu rasanya bagaimana karena jam 3 waktu itu terasa lama sekali. Makanannya cukup setimpal dengan harga yang dipasang, tetapi rekomendasiku cuma satu menu, Dory Steak. Buat yang tidak tahu itu makanan apa silahkan tanya ke Mbah Google.

Intinya tempat ini lumayan, karena aku tidak suka tempat yang terlalu ramai. Tidak seperti kampung namun tidak juga seperti surga. Sayangnya pengelolaan tempat ini buruk sekali dan banyak pekerjaan jalanan yang belum usai, atau lebih tepatnya disebut sebagai perumahan gagal yang dialih fungsikan secara paksa menjadi tempat rekreasi.

Ok, sekian saja, sudah capai mengetik. Ini beberapa hasil foto-fotonya. Semoga artikel ini bermanfaat bagi para homo sapiens yang mau pergi ke Kampung Gajah.

Catatan: Waduh! Upload gambar-gambarnya lupa di setting ukurannya. Klik aja buat liat ukuran aslinya ya. Banyak yang kepotong ni, dasar template Blogger ucup!

Yang ini pakai Diana F+ dan Fuji Astia










Yang ini pakai Vistaquest VQ1015 R2.