Masih Dalam Proses


Mohon maaf karena sudah lama sekali tidak menambah tulisan disini, bukan berarti bahwa aku berhenti menulis. Aku cuma merasa malu karena ternyata tulisan-tulisanku jauh dari apa yang bisa dibilang sebagai sesuatu yang “indah” dan “menginspirasi”. Rasanya aku memang butuh belajar lebih banyak lagi, untuk menghasilkan tulisan yang lebih baik lagi. Harus lebih matang lagi dan menjadi pribadi yang murni sehingga tercermin dalam setiap tulisan-tulisan yang aku buat memuat serpihan jiwaku ini. Karena esensi utama dalam setiap karya adalah kejujuran.

Dibawah ini adalah tulisan-tulisan yang bisa dibilang “masih dalam proses” karena aku sendiri menganggap ini karya yang belum selesai (kalau boleh dibilang sebagai karya – bukan sebagai cuap tanpa makna). Aku juga masih rajin menulis beberapa cerita pendek namun mohon beribu-ribu maaf karena tak bisa aku tampilkan disini, cerita-cerita tersebut masih jauh dari selesai (bentuknya berupa potongan-potongan yang belum utuh menyatu – jadi aku malu dan merasa penuh “sok bijak” untuk tidak memunculkannya di tempat ini). Oleh karena itu aku berharap para pengunjung setia mampu bersabar dan tetap mendukung aku yang masih lemah dan jauh dari kepiawaian dunia pena. Mari kita sama-sama berjuang menggapai mimpi dan cita-cita kita. Semoga Yang Maha Kuasa merestui dan memudahkan jalan kita, amin.

Aku harap para pembaca menikmatinya seperti aku menikmatinya ketika membuat tulisan-tulisan ini.

---

ada tiada


dengan ada
dan tiada
aku berada
di antara

akulah kara
yang menghamba
bersama bahagia
dan juga duka

hidup penuh bara
mati tanpa cita
keduanya sama
cantik memesona

sampai getar terakhir nyawa
kembali penuh pada segala

---

bara


akulah sebatang kara
yang mengapung di lepas samudra

kan ku genggam terus bara
hingga nafas renta
dan jiwa terbebas jera

---

boneka


kita semua hanyalah boneka
yang pura-pura memegang kendali

sebuah boneka yang tak tahu arah jalan pulang
yang mencoba untuk tersenyum dan tak menangis
(aih, boneka mana yang bisa begitu?)

apalah artinya bagi sebuah boneka
untuk berbagi kebahagiaan
ataupun menanggung kesedihan bersama

kita semua hanyalah boneka
yang pura-pura mengerti akan segalanya

---


cita


kepada duka
aku datang menyapa
dengan senyum bahagia

dahulu kala
menggantung cita
tinggi di angkasa

namun hidup sekarang merana
laksana dihujam berjuta laksa

apa daya nasib jua
yang membawa segala
kembali ke dasar samudra

ah, tak mengapa
tak ada sesal manja
tak ada misuh cela

yang penting masih punya
sebuah jiwa yang setia
berenang bebas dalam semesta

aku tertawa
bersama duka

---

dicari


kecut nyali
memotong nadi

harga diri
tertimbun tahi

ketika nurani
berbicara sunyi

apalagi
yang akan dicari?

---

dilema


peluk peluk memeluk peluk
cium cium mencium cium
kedip kedip berkedip-kedip
sayang sayang menyayang sayang

dilema demi dilema
janji janji kian menjanji
korban-korban berkorbanan
cinta mati, mati cinta

rindu serindu-rindunya rindu dalam rindu

---

fana


matahari hari ini
tidak sama dengan matahari kemarin

aku tidak tahu apakah besok matahari akan terbit lagi

tidak ada yang pasti
tidak ada jaminan asuransi

juga dengan segala-segala asumsi-asumsi fana

---

gairah jawara


huru hara
dalam penjara

karena ada
seekor mangsa

tampang tak nelangsa
ksatria gairah jawara

tapi mengapa
maut tak kunjung menyapa

padahal senantiasa
bermandikan dosa

ia menjual gratis dirinya
mendapat imbalan amanat kuasa

dan para singa
hanya gagap menganga

dan para buaya
dibuat diam seketika

dan ular sanca
dipaksa mati melilit kobra

(“kemana perginya sang cicak muda?” – begitu katamu,
“sudah mati kekeringan darah dihisap nyonya nyamuk” – tenang jawabku)

huru hara
dalam penjara

karena ada
pergantian sang raja

semua terpesona
oleh bujuk rayunya

padahal sebenarnya
tetaplah sama

ia hanya
seekor tikus biasa
yang berpura-pura

---

hadiah terakhir


aku hujamkan duri-duri mawar itu
pada sebuah mayat yang masih hangat
itulah hadiah terakhir untukmu
agar hilang segala penat

ketika tawa takdir terlibat
dan nasib tersunat
yang tersisa hanya karat
yang pekat
dan membejat

inilah wasiat
dari seorang laknat
dalam keadaan sekarat

---




hilang hitungan


satu hari satu bait
satu tahun hilang hitungan
nasib-nasib terkait
takdir bergelimpangan

kekalahan perjuangan
dunia kekurangan

mereka bilang
hasil dari perang
hanya satu pemenang

mereka juga berkata
yang kuat yang berkuasa
tindas lemah nestapa

lalu lalu lalu
masa demi masa
lalu lalu lalu
manusia tetap manusia

yang maha bijaksana bersabda
mereka menutup mata
melipat telinga
hati mereka entah pergi kemana

lalu lalu lalu
masa demi masa
lalu... manusia
tetap saja...
manusia

---

kasih


aku kasihan kepada para
wanita yang berparas indah jelita

adakah pria
yang melihat melewati pintu karismanya?

aku kasihan kepada para
perempuan yang ceria bahagia

adakah pria
yang berhasil menjadi jawara
menembus segala perangkapnya?

para hawa merdeka
bermain tanpa angkara
menanam murka dimana-mana

dibalik mahkotanya,
seberapa tajamkah duri-duri yang disembunyikannya?
dibalik harumnya,
seberapa amis bangkai yang telah dikuburnya?
dibalik manisnya,
seberapa mematikan racun yang dimilikinya?

aku kasihan kepada mereka
yang hidup berkawan skema
cantik penuh luka

ataukah aku yang harus dikasihani?
karena sudah berjuta kali
jatuh hati, lagi dan lagi dan lagi
pada insan yang tak murni

---

korup


yang paling kaya
malah merasa penuh kemiskinan

yang paling beruntung
malah merasa penuh kesialan

yang paling hamba
malah merasa paling berkuasa

mau dibawa kemana lagi?

korupsi jauh lebih berbahaya
daripada ganjaran derita narkoba

dan koruptor lebih baik mati
sebelum lahir kembali di bumi pertiwi

amin

---
manis


memang pantas ia dijuluki manis
karena rasanya memang manis

sampai lidahku menjadi kelu
dan hatiku penuh pilu

aih, nafsu dan cinta
asap dan api dunia
sampai kapan akan menyala?
tak ada sekam yang tersisa

---

nafsu sedap


kemarin muncul api tanpa asap
bersama binatang bernama biadap
kenangan segala perangai sedap

hari ini cahaya datang
membawaku pulang
tiada lagi tualang

esok, aku tak tahu lagi
apa yang akan terjadi
nanti…

---

namamu


satu hari satu biji
mengenal sang ilahi

99 hari berlalu
kita merasa paling tahu

manusia

---




pada malam


pada malam
datang aku menyapa
sepi kerlip esa semesta

pada malam
cium aku gairah kini
lembut mendung menyelimuti

pada malam
duduk aku sunyi
mematung berdiam sendiri

pada malam
sigap aku cengkrama bagi
mengisi cawan kembali murni

pada malam
peluk aku sejati
setia memanggil refleksi

---

pamit


aku mohon pamit
untuk pergi mendaki
sebuah gunung tinggi nan terjal
dengan batu-batu runcingnya

aku meninggalkan jalan
yang mulus beraspal
dengan garis putih
putus-putus di tengahnya

aku tak tahu kapan aku kembali
aku pun tak tahu kapan aku berpijak di tuju puncak

aku hanya pergi
mencari yang sejati
dengan penuh rindu dan serah diri
murni lagi sendiri

---


pangkuan


menghujam bumi
menatap mentari
sendiri mencari
nur ilahi

aku rindu
kembali ke pangkuan-Mu
wahai segala pencipta ibu

---

pertanyaan


apa itu apa?
mengapa ada mengapa?
bagaimana bisa bagaimana?
siapakah siapa?

pertanyaan
demi pertanyaan

akankah semua memiliki jawaban?

---

puas birahi


99 kepala ikan sudah kulibas
100 buntuk cicak telah kuputus
101 anjing selesai kutumpas

namun mengapa
puas birahi belum terpenuhi?
yang harus kulakukan apalagi?

masih terperangkap
dalam pelukan kasih
dingin bunda pertiwi

berenang melawan arus
menantang maut

aku ingin bebas
dan berdiri tegap

---

sang gembala


biarkanlah para domba
merumput di pinggir jurang nista
bersama kawanan yang setia

dan biarkan pula sang gembala
tersenyum bahagia
terlena dalam mimpi siang bolongnya

sungai merah penuh kara
gelembung riak menari indahnya
yang tinggal hanya
titik didih nestapa

tak perlu ada serigala

---

sejoli


kita berdua
memang serupa
namun kita
tetap tak sama

aku
merompak bunga
dan kamu
mengisap dara

pada akhirnya
gen etika
yang berbicara

---

semua kembali


seumur hidupku aku pergi
bertualang kesana-kemari
tetap terus mencari
seekor gagak putih yang kabur berlari
dari pelukan kokoh teralis besi

terkadang aku pun bermimpi
bahwa sang mentari
tak akan muncul lagi
membawa cerah esok pagi

lalu segala khayalan lain datang membuai
menggoda jiwa yang dilanda sepi

hingga lonceng terakhir berbunyi
dengan nada-nada yang kosong nan sunyi

ketika semua kembali
menjadi satu yang sejati

---

tak pandai


aku tak pandai merangkai kata
yang penuh metafora-metafora
dengan segala misteri makna

aku juga tak mahir berpuisi
mengutarakan dalam-dalam isi
dari hati yang penuh sepi

aku hanya ingin berbicara sendiri
berharap agar telinga mau mengerti
dan cawan hati penuh lagi terisi

makan ijinkanlah aku melontarkan bait-bait ini:

apalah arti dari bahasa
ketika simbol dan angka
yang mulai perkasa berbicara

apalah nilai sebuah insan suci
ketika realita mulai meracuni
dengan benih-benih birahi
dan juga manisnya ilusi

tetapi aku tetap setia dan percaya
pada jalan curam sejarah manusia
secuil rencana besar Yang Maha Kuasa

kelak pada suatu masa
akan datang damai dan sejahtera
kepada semua secara merata

ketika segala
sepakat akan rasa
yang dikenal sama
di seluruh dunia

itulah cinta
itulah surga
itulah utopia
itulah akhir yang bahagia

---

ternyata bukan


kukira bulan, ternyata bukan

dia lambai menawan
goda manis senyum rupawan
ajak main tebar tebakan

sendiri aku mawas jumawa
diam-diam meragu waspada
takut laga berlugu akan siaga

kukira bulan, ternyata bukan

senja datang pelan-pelan
lalu takdir pisah di atas jembatan
semua akan menjadi kesan
tak perlu lagi ada jawaban

---

tidur


aku hanya ingin tidur selamanya dalam surga
dininabobokan oleh para bidadari dengan suara empuk mereka

bukan terjebak bodoh dalam planet biru yang fana

sayang aku pengecut raga,
tak berani memutus nafas maupun nadi juga

karena aku takut akan hangatnya pelukan iblis penuh gairah nanti di neraka

begitulah apa adanya

---




Yang Maha Atas


seluruh inderanya kebas
akhirnya meregang nafas
jiwanya telah lepas, bebas

kembali kepada Yang Maha Atas

---