aku tertipu dan kembali

biarkanlah malam ini aku sendiri menyepi. wahai hujan, engkau mengganggu. mengapa engkau masih menari? biarkanlah aku mencari ketenangan. kembali menjadi sebuah diri, yang mengenal arti sejati. biarkan kubawa jiwa ini.

aku tidak mau tertipu. menjadi orang yang melihat bahwa bulan itu cerah dan bersinar, yang dipenuhi kelinci-kelinci gila pembuat mochi. aku mau yang sesungguhnya. aku bosan melihat selubung waktu, hijab-hijab g-string dengan noda menstruasi. aku tidak mau menjadi orang buta, yang tidak tahu perbedaan gelap dan terang. aku tidak mau menjadi orang tuli, yang tidak mengenal nada maupun rima. aku tidak mau menjadi orang bisu, yang menyimpan emas dalam sunyi tetapi tak bisa menunjukkannya. lebih baik lidahku teramputasi daripada tak mampu mengenal lagi. lebih baik rahangku hancur daripada dagu mengadah sepanjang hayat. jangan ambil hati ini. janganlah kita berpisah wahai sahabatku sayap-sayap nurani. jangan sembunyi, engkau tahu aku malas main petak umpet. lagipula aku lupa aturan mainnya.

cepat pergi, kayuh kembali sekoci. putar balik. dayung sekuat tenaga. jangan sampai terseret arus emosi. kaburlah engkau wahai gelombang-gelombang tsunami eksistensi. biarkan ego menyelamatkan dirinya sendiri. kabur berlari terbirit-birit.

aku ini apa? aku ya aku yang tidak mau menjadi aku. maka hilangkanlah aku dan keaku-akuanku. aku hanya mau satu, sang yang pertama.

ketika soekarno-hatta tak lagi mampu membeli, ketika jarum pendek dan panjang tak sanggup memenuhi, ketika megaloman-megaloman berperang dan bersenggama bersama di atas sebuah kursi, ketika kanan dibilang kiri dan kiri disebut kanan, ketika garis putus-putus buyar, ketika cermin tak memantulkan citra, ketika jiwa kembali gersang, masihkah ada harapan? semoga kita beruntung. mari kita berdoa bersama-sama, itupun dengan kepercayaan masing-masing. hahaha, inilah kegilaan demokrasi.

wahai hujan, jangan pergi. temani aku sebentar lagi. biarkan mentari absen esok pagi. biarkan ia istirahat. aku tak peduli.

aku tidak tahu apakah malam ini langit yang sedang menangisi segala perangai umat manusia, ataukah tuhan yang sudah bosan lalu meludahi kita dengan kasihnya yang tiada batas. yang jelas, aku cinta dengan cuaca ini. dingin dan kaku, seperti sebongkah daging yang menjadi sarapan cacing-cacing kelaparan. apalah artinya jika kepompong pecah menjelma belatung? pupus sudah kupu-kupu, musnah pula madu. metamorfosis janji, hasilnya hanya pahit nyeri.

tak ada yang sempurna, hanya alasan klise yang kadaluarsa. jatuh ke lubang yang sama untuk seribu kalinya. pengalaman bukanlah investasi. aih, permainan nasib dan kusutnya tali takdir, sirkus serius tanpa jeda. seperti salmon mandul yang rindu pulang kampung hanya untuk kawin lalu mati. lebih baik berakhir dalam perut beruang. inilah harga sebuah diri. masih lebih menarik daripada drama-drama cinta picisan. aku pikir begitu, basi dan memuakkan. aku salahkan saja gravitasi karena kebodohanku ini, biar ia jadi kambing hitam kurban.

cawanku kosong dan lapuk. haruskah aku menjualnya? atau melelangnya? aku tidak yakin akan ada yang mau membeli, meskipun aku obral di tengah malam. haruskah aku memecahkannya? atau kubuang saja? atau kuremukkan dan kubagi-bagikan kepada para pengemis megapolitan? tapi sayang seribu sayang, aku bukan orang suci, hobiku bukan menderma, apalagi menjadi reinkarnasi santa klaus. jadi aku biarkan saja cawanku ini dipenuhi keringnya debu-debu ilusi, kudekap erat-erat menyempiti dadaku. hartaku satu-satunya yang tersisa. pelan-pelan terurai sesak nafas.

ketika senyum dunia kembali memeluk diri dengan penuh kerinduan, ketika selaput fana kembali muncul dengan indah, apa daya sebuah arwah yang mengapung ditengah samudra. nahkoda tanpa kompas, malam tanpa bintang. jaket penyelamatku menggembung karena dosa. gurita-gurita hitam siap melahap apa saja. aku tak punya kuasa.

sial, aku terperangkap hipnotis ekstasi. menari riang dalam euforia ekonomi. aku tertipu dan kembali mencicipi fermentasi. tercincang revolusi, terkutuk reformasi. mabuk ideologi. sialan.

malam ini malam yang gelap. satu malam di bulan suci. mari kita basuh lubang anus kita masing-masing, jangan pakai tangan yang salah, nanti bisa-bisa cincinmu bau tahi. mari kita cuci cawan ini, mari kita isi lagi. supaya kita bisa kembali, dan berharap rasa haus ini menghilang. bermimpi menjadi manusia murni. merogoh sukma, memasuki nirwana.

berikan aku kesempatan menggapai akhir bahagia. pergilah debu-debu, jadikan cawanku bersinar kembali bermandikan cahaya. lenyaplah kabut khayal nestapa, hancurlah dahaga. penuhilah cawanku ini. perkosa aku wahai tentakel-tentakel moral. aku berserah diri, pasrah merayap nadi.

wahai cawan, maafkan aku yang lupa merawatmu. ingin aku menjilatimu bersih dari debu. namun apa daya, aku telah menelan lidahku sendiri. wahai hujan, jangan pergi, bantu aku membilas habis semuanya.

amin.