modernitas

setelah menjadi pemenang
sang kura-kura dihadiahi panci
khusyuk berenang ia di situ
menikmati namanya yang kian harum

sementara airnya
pelan-pelan mendidih
dan perut-perut kami
bersiul riang

di bawah ketiak selimut

tengah malam

meringkuk lagi


terbuka mata atau terpejam

yang terlihat hanya satu warna


memang dunia

baiknya begini saja

di sudut kamar

wahai dengkul-dengkulku,


apakah kamu tak lelah

menjadi alas bagi


pipi-pipiku?

candradimuka

nama-nama

lahir di hati


kata-kata

terbit di kepala


puisi-puisi

mati

di tanganku sendiri


amin.

kamarku (4)

masturbasi
onani
coli

beginilah adanya
semakin cepat
semakin pendek

hidup cuma sebatas ini

amin.

trituri

tuntutan untuk diri:

1. kursor yang terus berkedip

2. jantung yang terus berdetak

3. waktu yang terus berjalan


o kekasih,

tenggelamkan aku

dalam air mata rindu


amin.

tak mengapa

sayangku,
tak mengapa kalau tunas
tak jadi tumbuh

sayangku,
tak mengapa kalau telur
tak jadi menetas

sayangku,
masing-masing kita sepotong lidi
bersama pun kita tetaplah lidi

sayangku,
tak mengapa kita lemah
tak mengapa kita patah
asalkan selalu kembali berserah

maunya begitu

di dunia ini
terlalu banyak buku
terlalu sedikit waktu

di dunia ini
terlalu banyak gerutu
terlalu sedikit cerutu

di dunia ini
segala macam candu
tumbuh subur dalam ragaku

padahal di bawah mentari
tak pernah ada yang baru
dan semua pada akhirnya
akan bersatu jadi abu

jika esok masih mau bertamu
mampukan aku melepaskan diriku
yang sejatinya telah lama berlalu

amin.

majemuk

:maulidan rahman siregar

bahasa ibu lahir dari abu pilu bisu candu
beradu di antara air mata dan air susu

bahasa ibu bermula dari macam suku
berakhir satu di puting waktu

28 oktober momen yang kita tuju
semoga pembaitan ini laku

amin.

dua puluh dua puluh

di awal tahun ini
sebuah pandemi baru lahir
kami membaptisnya sebagai korona

tubuh mungilnya mengubah suasana
di seluruh belahan dunia, hingga
manusia dibuatnya menjadi fakir

ada sepasang penguin berwisata ke museum
menyulam tali silaturahmi dengan mangsanya
gerombolan tenggiri terperangkap dalam akuarium

lalu wajah sungai semakin bening dikecup mentari
pada keningnya angsa-angsa khusyuk menari
hanyut mesra nikmati lekuk raga refleksi

juga buih-buih di tepi pantai kembali murni
kawanan lumba-lumba berlomba mengepang rambut ombak
menunggu para pelaut yang lupa akan jalan pulang

sementara itu di ibukota, warga-warga masih saja sibuk
bedol raga ke swalayan favoritnya, menjarah
kertas-kertas toilet dan botol-botol alkohol

malamnya, seorang perawan khusyuk mengembara
menyusuri lorong temaram, mengupas lapis cahaya tubuhnya
lalu meludahi gagang pintu tetangga-tetangganya

pada akhir minggu, jalan protokol bisu dimakan waktu
pekik knalpot-knalpot tercekik, bunyi klakson bunuh diri,
sementara jiwaku terjerat bisik kulkas dan penyejuk udara

siapa yang menyangka kalau dunia akan berakhir semanis ini
ketika berperilaku soliter bisa menjadi tindakan solider
ketika kentut derajatnya lebih tinggi daripada batuk

wahai kekasihku, yang maha menyembuhkan,
musnahkanlah segala kewarasan di kepalaku,
peluk aku dan jangan pernah lepaskan lagi

amin.

haluan negara

ketika ibu pertiwi
dipeluk pandemi

pemerintah langsung beraksi
mengerahkan ratusan kompi
dibalut berbagai bait puisi

keduanya adalah obat mumpuni
bagi sisa-sisa reformasi

amin.

berbuka puasa

ibu tinggal diam di kamar tidur
ayah juga ikut-ikutan tidur
di kamar yang lain

sehidup semati sibuk meminum
air mata dan kencingnya masing-masing

sementara aku masih asik
berbaring di ranjangku
bermain dengan kemaluan

buah tak bisa jatuh jauh dari pohonnya
kecuali dipetik dan dipaksa

pandemi atau endemi,
semua akan berakhir sama:

sebuah meja makan yang lowong.

amin.

kembali ke titik awal

ketika ramadhan telah tiba, dan
mengobrak-abrik jadwal mimpi manisku

jiwa ini disanderanya pasrah
dipeluk dan dikurung dari
segala hal yang dihalalkan

semua dilakukan dengan sunyi
setelah mentari tenggelam
disembunyikan malam

yang bertumpuk
yang mengunci
segala aib diri ini
yang tak terhitung lagi

lalu ketika penghujungnya datang
diubahnya aku menjadi sebuah
kain kafan putih yang baru

amin.

persatukan

semakin keras aku mengetuk pintu di larut malam
semakin lembut ia mengasah pisau dapur favoritnya

wahai kekasihku
yang maha menghidupkan

persatukan kami selalu
di semua dunia yang ada

amin.

berebut tempat

kata-kata
ruang dan waktu

semua terjebak
memenuhi kepala

berdenyut-denyut
berdesak-desak
berebut sikut

demi sebuah kunci
pembuluh pintu hati

di mana sang kekasih
sabar bersemayam
menimbun rindu

amin.

hijau

ketika hutan menyendiri di tengah asap dunia,
terisak hangat ia di bawah selangkangan langit.

lalu basahkah seluruh hijau wajahnya?

hanya tawa sang kekasih
yang senantiasa terjaga.

amin.

kata-kata

wahai kekasihku,
jadikan kata-kata
mencintai dirinya
laksana letupan kaldera
yang tak mengenal reda

wahai kekasihku,
bimbinglah lidah ini
untuk menjadi saksi setia
bahwa ia, dan sekadar dirinya
sejatinya bernilai tak terhingga

wahai kekasihku,
lahirkan hujan badai
di dalam kedua mata kami
agar segala duka yang tercipta
tenggelam digulung bisu ombak rindu

amin.