Jangan Asal Jilat

Alkisah di hari Kamis kemarin, aku pergi ke kampus untuk bertemu dengan dosen pembimbingku --- bukan sang 'professor killer' --- tapi pembimbing yang satu lagi. Karena memang ada 2 pembimbing, cuma biasanya kalau yang killer itu sudah bilang ok maka pembimbing kedua juga dapat dipastikan ikut menurut saja.

Namun hari Senin minggu sebelumnya pak tua killer itu sedang mengalami bad mood, hasilnya skripsiku dibuang untuk dievaluasi oleh pembimbing kedua. Lalu aku turuti saja kemauannya daripada nanti makin susah dan disusahkan untuk lulus, langsung aku menuju ruangan pembimbing kedua --- namanya A.M. --- dan hasilnya skripsiku mengalami rawat inap dengan janji seminggu kemudian semoga sudah sembuh.

Karena aku pemalas jadi baru datang hari Kamisnya, sesuai janji --- malam sebelumnya tentu saja aku, yang notabene seorang mahasiswa manajemen selama 5 tahun sudah merasa terdidik harus merencanakan segala sesuatu sesuai prinsip studi jurusan ini, sudah pasti mengirimkan sebuah pesan tertulis ke ponsel A.M. dan mendapatkan konfirmasi pertemuan --- jam 12 siang aku sudah duduk manis di ruangan itu menunggu kedatangannya.

Nah, ternyata rencana tinggal sebuah rencana. Seorang dosen lain --- namanya A.S. --- yang satu ruangan dengan pembimbingku itu memberi kabar buruk. Begini...

Aku : Pak A.S., Pak A.M. datang ke kampus tidak ya hari ini? Saya sudah janji mau bimbingan skripsi.

A.S. : Tadi sih Pak. A.M. ada, cuma langsung pergi lagi. Katanya darurat, kakeknya meninggal.

Aku : Bakal balik kesini lagi ga ya, Pak?

A.S. : Kayanya sih engga deh.

Aku : Makasih banyak ya Pak.

Begitulah perbincangan singkat namun padat, akhirnya skripsiku mengalami opname tambahan. Setelah berpikir sejenak, akhirnya aku memutuskan untuk mengirimkan sebuah pesan lagi ke telepon seluler Pak A.M. untuk mengirimkan rasa turut berduka cita, sekaligus hitung-hitung sebagai lobbying siapa tahu nanti skripsiku makin lancar. Sebenarnya aku agak malas dengan politik kampus dan aksi jilat menjilat, namun apa boleh dikata... daripada makin lama lulus, ya kan?

SMS-nya begini...

"Pak, saya turut berduka cita. Semoga arwah beliau tenang serta amal dan ibadahnya diterima di sisi Yang Maha Kuasa. Amin."

Tadinya mau ditambahkan dengan "yang-sabar-dan-tabah-ya-Pak," namun kok terkesan sangat akrab... jadi malas. Kemudian HP-ku berbunyi lagi yang menandakan masuknya laporan bahwa pesan itu telah terkirim, dan aku tidak mengharapkan yang lain lagi.

Beberapa saat kemudian, masuk lagi sebuah pesan ke HP-ku. Sebuah pesan dari Pak A.M. yang sudah jelas pasti membalas rasa iba dan duka dariku yang sangat tulus dan lugu ini. Teman-teman tahu balasan SMS-nya apa? Ini isinya, disadur langsung dari HP mahluk yang sedang dalam penuh nestapa ini.

"Belum! Ini belum jls. Lg dilihat ke/rs."

Kacau balau! Lain kali kalau menjilat sebaiknya melakukan cek dan kembali cek lagi. Halah... nasib skripsiku bagaimana ya?