dua puluh dua puluh

di awal tahun ini
sebuah pandemi baru lahir
kami membaptisnya sebagai korona

tubuh mungilnya mengubah suasana
di seluruh belahan dunia, hingga
manusia dibuatnya menjadi fakir

ada sepasang penguin berwisata ke museum
menyulam tali silaturahmi dengan mangsanya
gerombolan tenggiri terperangkap dalam akuarium

lalu wajah sungai semakin bening dikecup mentari
pada keningnya angsa-angsa khusyuk menari
hanyut mesra nikmati lekuk raga refleksi

juga buih-buih di tepi pantai kembali murni
kawanan lumba-lumba berlomba mengepang rambut ombak
menunggu para pelaut yang lupa akan jalan pulang

sementara itu di ibukota, warga-warga masih saja sibuk
bedol raga ke swalayan favoritnya, menjarah
kertas-kertas toilet dan botol-botol alkohol

malamnya, seorang perawan khusyuk mengembara
menyusuri lorong temaram, mengupas lapis cahaya tubuhnya
lalu meludahi gagang pintu tetangga-tetangganya

pada akhir minggu, jalan protokol bisu dimakan waktu
pekik knalpot-knalpot tercekik, bunyi klakson bunuh diri,
sementara jiwaku terjerat bisik kulkas dan penyejuk udara

siapa yang menyangka kalau dunia akan berakhir semanis ini
ketika berperilaku soliter bisa menjadi tindakan solider
ketika kentut derajatnya lebih tinggi daripada batuk

wahai kekasihku, yang maha menyembuhkan,
musnahkanlah segala kewarasan di kepalaku,
peluk aku dan jangan pernah lepaskan lagi

amin.